Wednesday, August 12, 2020

Sadino's Monologue #4



Sudah 6 jam aku duduk membuang waktu.
Rasanya, seperti sedang berjibaku. 


Aku malas, El. Besok, aku akan kembali berjalan menuju sesuatu yang tidak pasti. Tidak, tidak, aku tidak muak. Hanya saja, aku masih ingin membuang waktuku dengan tidak melakukan sesuatu. 

Aku terus memutar lagu-lagu milik Lauv dan Vallis Alps. "Reforget", "Young", "Reforget", "Young", "Reforget", "Young". Aku terus membakar rokok, dan sekarang, sudah habis satu bungkus. 

Aku menikmati kebosanan ini. Aku butuh satu bulan untuk melakukan kegiatan yang monoton ini. 

Kamu tahu, El, aku sering melakukan hal-hal yang tidak berguna. Mungkin, tidak berguna bagi orang lain, tapi tidak denganku. Apa yang kulakukan-- melakukan hal yang itu-itu saja-- adalah akar untuk mencapai sebuah konteks.  

Persetan dengan ribuan kalimat yang terdengar mampu mendewasakan seseorang. Terkadang, kalimat yang dilontarkan hanyalah permainan kata, dan itu membosankan. 

Entah orang yang mengatakannya benar-benar memahami apa yang ia ucapkan. Manusia memang asal bicara, tapi kalimatnya tidak bisa digunakan untuk sebuah sistem. 

Tidak, El. Aku bukan orang yang sistematis. Tentu saja, aku hanya berkomentar, dan aku tidak peduli apakah kamu setuju denganku atau tidak.

Aku ingat ketika aku ditegur oleh orang yang acuh tak acuh pada lingkungannya. Kala itu, aku sedang menjelma menjadi seseorang yang berguna. Dan dia datang, tanpa permisi, memanggilku hingga beberapa kepala menoleh menatapku. 

"Kamu tidak ingat tanggung jawabmu?" ucapnya dengan lantang. Tentu saja, aku tidak sempat menghindar dari rasa benci yang sejak dulu kupendam. Dia mengatakan sesuatu yang tanpa bercermin terlebih dahulu!

Aku diam saja waktu itu, El. Aku memilih untuk meredam amarahku. Aku berusaha menghormatinya, meski wajahku terlihat seperti seorang anak remaja yang ditampar ayahnya karena pulang larut malam. 

Dia tidak memikirkan apa yang telah ia lakukan selama ini. Aku yakin, suatu saat nanti, orang itu akan terjun bebas ke dalam sebuah jurang yang gelap. Tak ada yang mendorongnya, tapi karena kecerobohannya, hingga ia tergelincir ke dalam sana. Dan yang lebih menyeramkan lagi, tak ada yang mau menolongnya. 

Kamu bisa bayangkan itu, El? Lucu, 'kan? Oh, aku benar-benar tidak sabar menunggu saat-saat itu! 

Apakah aku licik, El? Aku, 'kan, tidak berdoa agar hal itu terjadi. Hal ini bisa diprediksi siapa saja, El. Mereka yang peka pasti bisa melihat dari imajinasi mereka. Aku yang akan tertawa lebih dulu, El. 

Apakah aku terlalu angkuh untuk masalah ini, El? Apakah menurutmu, aku terlalu percaya diri? Apapun jawabanmu, aku tidak akan berkelit. Mungkin sudah sifat dasar semua manusia, ketika melihat seseorang yang kau benci terpuruk, hal itu menjadi bagian dari bahagiamu secara otomatis. 

Aku akan merayakannya jika hari itu tiba. Mungkin, aku akan melakukan sebuah selebrasi yang sebenarnya tidak berguna. Tapi, seperti kataku tadi, aku senang melakukannya. 


Jangan larang aku, El. Aku sedang belajar menjadi manusia, dan ini cara terbaikku.

No comments:

Post a Comment