Sunday, August 12, 2018

Jahangir.

Ricuh,
Otaknya hancur,
Beracun dan menular,
Membentuk pola, mengiris fakta.

Jahangir berkaca pada masa lalunya,
Dia hanyalah seorang penyintas,
Yang berhasil karena cintanya pada musik,
Demi mewujudkan mimpinya untuk membuat orang tuanya bangga.

Jahangir berpeluh dan menggenggam erat tekadnya.
Dia berjalan dengan penuh keyakinan,
Seraya melucuti mimpi buruknya,
Membakarnya dengan api yang tak kasatmata.

Jahangir mencambuk tubuhnya,
Memaksanya untuk tetap bertahan.
Jahangir menggigit lidah dan bibirnya secara bergantian,
Berharap rasa sakit bukanlah sebuah beban baginya.

"Aku ingin pulang," ucapnya saat bercermin.
Jahangir haus akan hasil yang memuaskan.
Jahangir menyeka air matanya, dan berkata,
"Ibu, peluk aku sekarang. Aku membutuhkanmu."

Jahangir kini diselimuti cinta,
Yang sebelumnya tak pernah ia dapat dan rasakan.
Jahangir kini bahagia.
Dengan gelar 'Sang Agung' yang disematkan oleh mereka yang mencintainya.

Di balik itu semua,
Tubuhnya kesepian.
Ketakutannya pada sebuah kegagalan jauh lebih besar dibandingkan kebahagiaannya.
Jahangir yang kuat, Jahangir yang rusak.

Tetap berdiri di sana, Jahangir.
Anggap dirimu dewa,
Yang tak terbantahkan, dewa yang punya nyali,
Untuk menaklukkan dunia sekali lagi.