Tuesday, August 11, 2020

Sadino's Monologue #1


El, ini aku.
Aku yang buta rasa,
aku yang bermain api dengan egoku,
aku yang menikmati hidup. 

Mereka bilang, aku ini cerdas.
Mereka salah, karena aku adalah bencana. 
Mereka bilang, aku ini hebat.
Lagi-lagi, mereka salah.
Aku adalah kumpulan dari tubuh-tubuh yang bekerja.
Aku adalah bayangan tanpa tanda jasa. 

El, ini menarik. Aku senang bermonolog, bukankah kamu juga begitu?

Ini letihku. Ini pedihku. Aku ingin berbagi rasa.
Aku ingin menyebarkan cinta. Aku adalah sandiwara yang kamu buat.
Aku disusun menjadi sebuah cerita. 

Kamu lupa, El? Wajar. Manusia itu akan saling melupakan. Lebih tepatnya, memaksa lupa. Bodoh kamu, El. Selama otakmu masih ada di dalam tengkorakmu--lengkap dengan partikel dan cairan kekuningan yang menjadi pelindung utama-- memori tidak akan sirna. Hanya saja, kamu mematikannya untuk sementara. Kamu hanya membuatnya tertidur pulas.

Ini leksikal, dan impulsif. Kita hanya bermain kata. Aku hanya mempermainkan kesadaranmu, hingga kamu jatuh membentur tanah, merentangkan sayapmu yang patah, berusaha terbang namun tak bisa. Kita berada di dalam sangkar raksasa, El, lihatlah. 

Jangan pernah menggugat apa yang tidak bisa kamu ubah, El. Riskan. Jangan nekat. Mengalah saja dulu sebentar. Bentuk sebuah polemik baru. Setelahnya, pergi dari situ. Biarkan mereka sakit jiwa. Biarkan mereka belajar untuk peduli satu sama lain. 

El, inikah duniamu? Dunia yang mengkhianati dunia lain? Dunia tanpa warna? Aku, berdarah-darah, mencari makna dari kejanggalan akan mimpi-mimpiku. Dan kamu bawa aku ke sini?

Sudahlah, El. Berhenti. Jangan harapkan inisiatif orang lain. Tidak ada yang bisa menyelamatkan kamu. Aku juga tidak berguna di sini. Aku bukan temanmu. Aku ini rasa takutmu, El, dan aku berbahaya.


Aku adalah sebuah substansi, manipulasi yang kamu buat sendiri. 

No comments:

Post a Comment