Sunday, October 18, 2020

Sadino's Monologue #16


Rasa itu rumit ya, El?
Tak bisa disentuh, tak bisa dilihat, tak bisa ditafsirkan,
dan hanya bisa dialami. 

Teruntuk sebuah rasa, aku merasa gugup. Aku sudah lama tidak merasakan hal ini. Oh, aku tidak akan mengatakannya padamu, El. Toh, kamu juga sudah tahu. 

Aku tidak bisa mendefinisikan sebuah rasa. Rasa itu mengalir, kadang meneduhkan, kadang menghancurkan. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang aku rasakan sekarang. Mendadak, aku merasa seperti buta bahasa. 

Mungkin, aku sudah mati rasa terlalu lama, El. Aku bingung harus mulai dari mana untuk membenahi hal ini. Apakah aku harus menerima dan menelan semua hal yang berkaitan dengan perasaan, atau menolaknya dengan sopan. 

Kelihatannya, aku telah mengabaikan perasaanku dalam waktu yang cukup lama. Aku menjadi tidak peka, berbuat semauku, dan bicara sesukaku.  

Aku selalu mendahulukan orang lain, El. Akukalau boleh jujurnyaris tidak pernah memikirkan perasaanku sendiri. 

Aku pikir, tidak ada manusia yang mau mendengarkan cerita manusia lain dengan tulus. Kalau pun hal itu dilakukan, manusia melakukannya untuk menuntaskan rasa ingin tahu mereka atau hanya sekadar disebut 'perhatian'. 

Aku tidak ingin bicara banyak mengenai rasa. Meski aku ingin mengelaborasi apa yang aku rasakan saat ini, aku lebih memilih untuk menyimpannya rapat-rapat. 

Alasannya, karena aku mudah terluka, El. Menjabarkan sebuah rasa sama dengan menguliti diri seseorang hidup-hidup. 

Apakah rasa ini melibatkan seseorang?
Jujur, ya.

Apakah orang ini tahu kalau dirinya terlibat?
Mungkin, dan aku tidak mau dia pergi.

No comments:

Post a Comment