Friday, October 16, 2020

Sadino's Monologue #11




 El, aku jatuh cinta pada hal-hal yang berhubungan dengan kesukaran.
Kamu tahu itu.

Mungkin ini alasan kenapa aku menaruh rasa padanya. Bukan, orang ini bukan London. Bagaimana kalau kita panggil dia dengan sebutan "Bobcat"? 

Ada alasan kenapa aku ingin memanggilnya dengan nama binatang itu, El. Aku pernah membaca buku spiritual tentang hewan, judulnya "Animal Speak: The Spiritual & Magical Powers of Creatures Great and Small". Buku itu ditulis oleh Ted Andrews dan dijual ke pasaran sekitar tahun 2002. 

Agak sulit mencari buku itu. Tapi untunglah, teknologi semakin berkembang, dan aku bisa membacanya secara online.

Bobcat adalah predator yang bentuknya seperti kucing raksasa. Ukurannya lebih kecil dari singa dan harimau, kurang lebih seperti lynx. Menurut "Animal Speak: The Spiritual & Magical Powers of Creatures Great and Small", bobcat melambangkan kesendirian, bentuk penglihatan yang jelas, dan rahasia. 

Berdasarkan paham totemisme, bobcat melambangkan fleksibilitas, rasa ingin tahu terhadap diri sendiri, cenderung misterius, penuh teka-teki, elusif, dan tahu bagaimana menjalani hidup. Ini sesuai dengan sosok yang aku sebut sebagai "Bobcat". 

Tapi, Bobcat yang satu ini rapuh, El. Dia rentan, dan terlalu tunduk pada sekitarnya. Kadang, dia ingin bebas tanpa syarat. Namun, dia tidak punya keberanian untuk melangkah, El. Dia terpatri pada lingkungannya. Dia terlalu lama diselimuti oleh cinta dari lingkungannya, dan kau tahu kalau itu hanya sementara, El. 

Apa? Aku harus mengganti namanya? Bukan Bobcat? Kau pikir, sebutan itu tidak cocok dengannya? Kalau begitu, bagaimana dengan Dove? 

Dove atau merpati melambangkan kepercayaan, kesederhanaan, dan kepolosan. Aku rasa, omonganmu ada benarnya juga. Dove juga melambangkan individu yang rentan. Baiklah, aku setuju, El. 

Sesuai dengan paham totemisme, Dove adalah simbol ketenangan dan kedamaian. Ini sesuai. Tapi menurutku, dia terlalu tenang, El. Dia cari aman. Dove yang satu ini tidak mau melepas topengnya, kecuali dalam keadaan terdesak. 

Lalu, kenapa aku menaruh hati pada Dove? Karena, bagaikan seekor merpati yang dimangsa kucing hutan, Dove adalah sosok misterius yang rentan. Bukan berarti aku menyukainya, El. Tapi, energi kerentanannya sukar dipahami. 

Dalam tidurku, aku kerap mendengar jeritan minta tolong dan itu suara Dove. Doveku yang malang-- dia tidak bisa menghadapi dirinya sendiri. Terlalu banyak hal yang dia pikirkan, dan rata-rata tidak penting. Dove tidak bisa membedakan prioritas untuk keselamatan dirinya dan orang lain. Dove butuh dibimbing, tapi secara kasat mata. 

Aku pernah membantunya, dan aku tidak akan melakukannya lagi. Kecuali, jika dia berani untuk meminta padaku. Hidupnya bukan urusanku, El. Meski menarik untuk disimak, aku tidak mau mempersulit diriku sendiri. 

Ada satu hal dari Dove yang aku jadikan pelajaran berharga-- jangan pernah menunggu untuk terluka. Jangan menunggu sampai sayapmu patah, karena ketika kamu harus terbang, kamu hanya memperburuk keadaanmu. 

Kamu tahu dia, Elohim. Kamu pernah melihatnya. Mungkin sering. Dan aku tahu, kamu ingin memeluknya, bukan? Aku setuju, El.

No comments:

Post a Comment