Tuesday, February 23, 2021

Sadino's Monologue #30



Tulisan ini tidak berarti.
Nonsense, dan kamu tak akan mengerti.
Hanya aku yang paham. 


Aku merasa kalut. Ratusan benda tajam seperti menghujam jantungku. Tanpa peringatan, tanpa ampun. 

Sampai kapan aku akan merasa sesak? Aku tidak nyaman. Aku bertahan untuk sesuatu, untuk seseorang. Aku bertahan untuk sebuah rupa, sebuah nyawa. Entah untuk siapa. 

Aku hancur. Serpihan dagingku terbakar dengan sendirinya. Darahku mengering di atas bebatuan. Hujan tak kunjung turun, membuatku meneriakkan sumpah serapah tanpa henti. 

Ada apa, Sadino?
Wajahmu pucat.
Kelu? Panas? Sakit?
Siapa yang kau genggam itu?
Apa itu? Doa? 

Jika aku boleh bicara, aku mencari singgasanaku yang hilang. Aku adalah raja tanpa mahkota. Aku adalah raja yang enggan berbagi takhta. 

Aku mengabdi pada mimpi-mimpiku. Tak nyata, merusak, dan rapuh. Isi kepalaku berpijar, menghangatkan emosi. Perasaan apa ini? Rasanya aku mau mati. 

Ini realitas yang tak seharusnya tak aku terima. Ini kehancuran, dan kalian hanyalah manusia-manusia biadab. Biadab! Cinta kalian pada dosa terlalu besar! Kalian terlalu mengagungkan kehidupan! 

Aku berkelit, membidik cahaya di kaki langit. Menerka, jengah, dan menua dengan sendirinya. Aku memuja suara yang tak akan pernah kalian dengar. Menyalahkan takdir, melupakan kehadiran karsa. 

Manusia saling membual, meratap, merobek mimpi satu sama lain. Mataku lelah. Aku terlalu lama terlena. Aku terlalu lama bernapas. 

Tubuhku tak akan pernah bisa beristirahat. Tiap organ meronta, meminta diberi makan. Masa lalu tak akan membuat mereka puas. Lagi-lagi, aku gagal berseteru dengan ragaku. 

Aku ini penyair yang bisu. Akulah yang selama ini melantunkan elegimu. Aku adalah manusia yang mengoyak jantungmu. Aku adalah nyanyian yang kau kirim pergi. 

Aku hanya butuh bertahan lebih lama. Berkawan dengan dehidrasi, merengkuh kefanaan bagai anakku sendiri. 

Aku adalah tubuh tak bertuan. Aku adalah surya yang merana. Ini aku yang sedang jatuh cinta.

No comments:

Post a Comment