Friday, February 5, 2021

Sadino's Monologue #28


El, aku sakit hati. Aku merasa dikhianati. 

Aku duduk di sana, seorang diri, membawa nama Katushka. Aku dikecam, dihujat, dan secara perlahan, aku dibangun untuk menjadi tamengnya. 

Aku ditunjuk untuk berdiri di garda terdepan. Aku berperang dengan diriku sendiri demi melindungi nyawa banyak orang. 

Hari berganti hari, ketakutanku memudar. Ternyata, hidup bisa semudah itu. Aku berhenti memikirkan keselamatan diri dan memberikan seluruh napasku untuk peperangan. 

Aku mencintai peperangan. Semakin banyak darah, seringaiku semakin lebar. Semakin banyak sumpah serapah, kepalaku semakin dekat dengan tanah. "Selamat datang, masa jayaku," ucapku kala itu. 

Hari yang aku dan pasukanku tunggu pun tiba. Kami diberi harapan atas jasad-jasad tak berwatak yang terbujur kaku di atas tanah. 

Lalu, apa yang aku dapat? 


Pengkhianatan. Aku dikhianati kaumku sendiri. Pershe bergeming, Elleni acuh tak acuh. 

Aku disamakan dengan si bodoh Suputnyk. Kami memang berada di medan perang yang berbeda, dan Suputnyk tidak berada di barisan terdepan pasukan berani mati. Dia hanya duduk menunggu mangsa dan menerkam mereka tanpa basa-basi. 

Aku berharap banyak pada Pershe. Dia bak orang terpuji di kota kami, dan dia mampu mengambil hati para ahli strategi kebangaan kami. 

Aku paham Pershe adalah seorang penyintas. Tapi, dia harus memikirkan penyintas-penyintas lainnya seperti aku. Jika Hluzd mengenggam janjinya, Pershe sudah mati sekarang. 

Aku tak berharap banyak pada Elleni. Si tua bodoh ini lebih mementingkan dirinya sendiri. Tak mengerti sopan santun, dan gemar mencari keamanan agar bebannya tak sebanyak kami. Dia juga senang menggunjingkan hal-hal yang tidak penting, menjadikannya sebuah kelebihan yang patut untuk dibanggakan. 

Aku kecewa, El. Sudah lama aku tak pernah merasa sakit hati yang teramat sangat seperti ini. Peluhku membaur dengan darah, semangatku dibakar mentah-mentah. Untuk apa aku terluka selama ini? Untuk siapa? 

Jika kau bilang aku terluka untuk diriku sendiri, lebih baik aku mundur. Alam bahwa sadarku naik pitam, El. Mereka mencari keadilan. Sedangkan ekspektasiku bertengkar hebat dengan daya juangku. Mereka saling meninju, El. Mereka saling membunuh. 

Lebih baik, aku pergi mencari ketenteraman yang sudah lama hilang, El. Lebih baik aku mati di pertempuran lain. Aku tidak mau berdosa untuk pengkhianat. Aku tidak mau melepuh tanpa alasan. 

Katushka tak lagi menjadi sebuah kota yang subur. Katushka adalah neraka, menjerat mereka yang punya visi dan misi serupa, dan melumat angan mereka yang ingin tetap bernapas meski tak ada lagi udara. 

Aku ini bukan benda mati, El. Aku hidup bukan untuk didaur ulang. Aku berdiri di sini bukan untuk dijual ke pasar loak. Aku punya rasa, aku punya karsa. Aku bukan hewan ternak atau pun peliharaan.

Aku manusia, El. Aku bisa menjerit kapan saja.

No comments:

Post a Comment