Monday, November 23, 2020

Sadino's Monologue #25



"Setiap tetes hujan yang jatuh membentur tanah,
bersemayam sebuah cerita yang sebenarnya tidak nyata." 


Tiga jam sudah aku duduk di atas tempat tidurku tanpa melakukan sesuatu yangkelihatannyaberguna. Rokok di tangan kanan, dan handphone di tangan kiri. 

Aku duduk bersila, memandangi hujan yang membasahi setiap atap rumah yang rata-rata sudah diselimuti lumut. Hujannya cukup deras, seperti menyapu bersih polusi yang kini tak kasat mata. 

Dunia terasa sunyi tanpa hujan. Setiap tetesnya seakan menyampaikan pesan, bahwa manusia dan air saling membutuhkan, namun juga bersinggungan. 

Aku nyaris tak bicara selama satu jam terakhir. Dua jam sebelumnya, aku menyanyi seorang diri, mengasihani sesuatu yang tak bisa aku sentuh. 

Aku juga mengajak diriku sendiri untuk bicara. Aku membatin agar ada yang mau mendengarkan, siapa pun itu. 

Perlukah alasan? gumamku sambil mematikan rokok ke asbak. Patutkah untuk menyelamatkan daripada diselamatkan? 

Iya, El, kau tahu itu. Di saat jiwaku mulai bergerak tanpa arah, El selalu menyemangatiku. Aku sedang tidak ingin memujimu, sebenarnya. Tapi, anggap saja percakapan hari ini berlangsung dengan hamar. Jadi, aku mencari celah untuk bisa bicara denganmu, El. 

Angin dingin menerpa wajahku tanpa permisi. Aku menunduk dan memperhatikan kedua punggung tanganku yang penuh luka. 

Luka-luka ini tak kunjung kering. Tidak, luka-luka ini tidak akan mengering. Selamanya, luka-luka ini akan membekas, dan mungkin akan melahirkan luka baru. 

Kontemplasi. Lagi-lagi, aku berkontemplasi. Pikiran ini bukanlah sebuah prioritas, melainkan aku sedang diuji. Kesabaranku, pengorbananku, waktuku, mimpi-mimpiku, semua jadi satu. 

Aku yang kecewa perlahan terlahir kembali, menghadirkan kekecewaan yang baru, yang sebelumnya tak pernah berani untuk aku sentuh.  


Ini aku yang melukis fenomena. 
Ini aku yang jatuh cinta pada bencana. 

Ini aku yang mencoba untuk menerima, 
Bahwa aku adalah air yang telah membeku selama seratus tahun, 
Bahwa aku adalah wadah yang terbuat dari daging dan darah, 

Anak cucu Adam, 
Yang menolak lupa akan serbuan rasa yang membabi buta meminta untuk direngkuh.

No comments:

Post a Comment