Thursday, February 7, 2019

Entitas.

Manusia,
lahir dari rasa,
dengan atau tanpa cinta,
berbentuk, berwatak, dan bermasa depan.

Kau melihat karena punya karsa.
Dituntut, dipaksa, tanpa perlindungan.
Dari pagi, hingga mataharimu raib dari sudut mata,
tanpa perlawanan, tanpa paksaan.

Kau dipaksa untuk merengkuh ketakutanmu.
Rasa yang kau kubur hidup-hidup,
rasa sakit yang tak bisa dirasakan manusia lain,
yang mana orang tuamu tak pernah ajarkan selama kau hidup.

Kau diserang, lebih cepat dari cahaya.
Kau terbakar, dalam api unggun tak bertuan.
Berharap rasa menghilang,
berharap mendapat pertolongan.

"Sembuhkan aku," pintamu pada bayanganmu.
Tidak ada yang bisa menyelamatkanmu kecuali nalarmu.
Bangkit dan pergi dari sana sekarang.
Pergi jauh dari sana, cuci lukamu.

Kau berlari, menggenggam erat resahmu sebagai sebuah makhluk.
Sampai kau tiba di kaki langit,
bertanya-tanya hingga pucat dan membiru,
lalu menyadari, bahwa kau hidup dan tak kehilangan akal sehatmu.

Berhentilah.
Berhenti mematahkan tulang-tulangmu untuk belajar mencintai rasa.
Berhenti menghirup abu untuk melarutkan mimpi burukmu.
Kau adalah selebrasi untuk wujud sempurnamu.

Manusia,
sebagai entitas,
disegani, dipuja, dan disakiti,
hidup mandiri dari sakit hati.

Manusia,
bergeming, berpeluh, berduka,
bernapas dan berdarah,
untuk manusia, dari manusia.

No comments:

Post a Comment