Saturday, September 3, 2016

Argentum.

Kedua matanya memandang api yang berkobar di atas bukit.
Dari kejauhan,
Ia diam seribu bahasa.
Peperangan telah dimulai.

Sakit hatinya mengalahkan rasa takutnya,
Membuatnya berdiri dengan angkuh tanpa penyesalan.
Ia menelan ludah,
Dan membidik senjata laras panjangnya.

Haru biru.
Semua orang merasakan penderitaan Argentum yang begitu hebat.
Ia menembak mati mereka yang tak ingin hidup,
Ia tersenyum, ia bahagia.

Matanya yang liar menatap langit merah di atasnya,
Ia bergumam pada dirinya sendiri,
Ia bicara pada nyalinya,
Ia bertaruh dengan rasa benci dalam dirinya.

Argentum melempar senjatanya ke udara.
Ia berlutut,
Memohon ampun pada dirinya sendiri,
Ia berhasil membiarkan amarah menguasai dirinya.

Ia bahagia.

No comments:

Post a Comment